Minggu, 25 November 2012

ASKEP BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI ( BPH )


KATA PENGANTAR

puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah keperawatan dengan pokok bahasan asuahan keperawatan Benigna Prostat Hipertropi (BPH) . Makalah ini saya susun untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan perkembangan ilmu keperawatan.
Saya sangat berharap setelah membaca dan mempelajari makalah ini pembaca dan pengguna mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, terutama tentang  pengertian,penyebab,gejala yang di timbulkan serta perawatan dan pengobatan dari BPH.
Mengingat dalam  proses penyusunan  makalah ini, saya merasa masih sangat jauh dari sebuah kesempurnaan, baik itu dari segi pembahasan  maupun  penggunaan kata-katanya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca khususnya dosen pembimbing sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Terimah Kasih




Maros, 15 Mei 2012

Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
B.   Tujuan

BAB II RUMUSAN MASALAH
Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
BAB III PEMBAHASAN
         
BAB IV PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.   Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
             Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.
            Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi.
            Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B.     Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
·         Sebagai bahan referensi dalam melaksanakn Asuhan Keperawatan BPH
·         Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada kliendengan BPH secara komprehensif
·         Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH . Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul padaklien BPH. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien BPH
·         Agar semua mahasiswa,khususnya para pembaca mengetahui bahwa apa sebenarnya yang dimaksud dengan BPH,apa saja yang menjadi penyebab terjadinya,gejala yang ditimbulkan dan bagaimana proses perawatan dan pengobatannya.


BAB II
RUMUSANA MASALAH
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi

A.    Pengertian
B.     Etiologi
C.     Patofisiologi
D.    Manifestasi Klinis
E.     Komplikasi
F.      Pemeriksaan Diagnosis
G.    Penatalaksanaan
H.    Asuhan Keperawatan


BAB III
PEMBAHASAN
A.   Pengertian
Ø  BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Ø  Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Ø  Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
Ø  BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Ø  Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Ø  Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).


B.   Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
v  Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
v  Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
v  Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
v  Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
v  Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

C.   Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).

D.   Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.      Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
§  (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
§  (nokturia),  terbangun untuk miksi pada malam hari
§  (urgensi)  perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
§  (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
§  rasa tidak lampias sehabis miksi,
§  (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
§  (straining)  harus mengejan
§  (intermittency)  yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
§  dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2.      Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3.      Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4.      warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

            Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah

E.   Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue.
Hematuriaf, Pielonefritis,Aterosclerosis,Infark jantung,Impoten,Haemoragik post operasi,Fistula,Striktur pasca operasi & inconentia urine.

F.    Pemeriksaan Diagnosis
v  Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.


v  Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
v  Prostatektomi Retro Pubis
v  Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
v  rostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
v  Prostatektomy
merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

G.  penatalaksanaan
Non Operatif
a.       Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b.      Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c.       Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d.      Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e.       Pemasangan kateter.
Operatif

Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
f.       TUR (Trans Uretral Resection)
g.      STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
h.      Retropubic Extravesical Prostatectomy)
i.        Prostatectomy Perineal
H.  Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1)      Pengkajian
Data subyektif :
o    Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o    Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o    Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
o    Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
o    Terdapat luka insisi
o    Takikardi
o    Gelisah
o    Tekanan darah meningkat
o    Ekspresi w ajah ketakutan
o    Terpasang kateter
2)      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
·          Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
·          Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
·         Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
·         Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
·         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.



3)      Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a.       Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b.       Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a.       Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
b.      Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
c.       Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d.      Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e.       Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a.       Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b.       Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.       Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d.      Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.       Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f.       Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a.       Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b.      Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c.       Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d.       Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e.       Beri penjelasan penting tentang:
a.      Impoten terjadi pada prosedur radikal
b.      Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c.       Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a.       Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.      Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c.       Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a.       Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b.      Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c.       Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d.      Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e.       Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan


Intervensi :
a.       Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b.      Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
B.   Saran
          Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut saluran kemih,pastinya melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud pencegahan atau menjaga kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan dan kinerja fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

1 komentar: