BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
KEHILANGAN
A.
Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral
dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah
atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik
terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya
pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
B.
Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang
lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat
dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
· Kehilangan seseorang yang
dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat
bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress
dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai.
Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang
ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional
yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
·
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan
diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan
terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau
menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
·
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan
milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
·
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari
lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga
dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
·
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada
kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
D. Rentang
Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja
yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
E.
Faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan:
Reaksi
kehilangan tergantung dari persepsi dan pengetahuan individu :
1. Umur
Umur mempengaruhi seseorang memahami
kehidupan. Dengan pengalaman, pemahaman dan penerimaan seseorang akan meningkat
terhadap hidup, kehilangan dan kematian.
2. Budaya
Reaksi kehilangan diekspresikan menurut
kebiasaan dan budaya, misalnya, memakai baju hitam saat menghadapi pemakaman
merupakan ekspresi menonjol kesedihan.
3. Kepercayaan
/ agama
4. Jenis
kelamin
Seorang laki-laki dianggap “lebih kuat”
dan menunjukkan sedikit perasaan dapat kehilangan dan tingkat penerimaan lebih
baik.
5. Status
sosial ekonomi
Rencana asuransi, pekerjaan dan
penghasilan mapan. Akan tetapi berbeda dengan status ekonomi rendah
Penqaruh
Umur Terhadap Kehilangan
|
UNSUR
|
KEPERCAYAAN
DAN SIKAP
|
|
0-5
tahun
5-9
tahun
9-12
tahun
12-18
tahun
18-45
tahun
45-65
tahun
65
thn ke atas
|
v Tidak
mengerti konsep kematian
v Pengertian
kematian adalah terakhir
v Pengertian
kematian adalah akhir dan kehidupan dan pasti terjadi
v Ketakutan
akan kematian
v Sikap
terhadap kematian dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan / budaya
v Penerimaan
selamanya kematian. Menghadapi kematian orang tua dan teman sebaya.
v Ketakutan
sakit yang panjang. Arti kematian atau bebas dad rasa nyeri ; bersatunya
|
Kehilangan sebagai
krisis:
Krisis:
1.
Situasional
2.
Perkembangan
3.
Kehilangan yang bersifat menetap dalam
proses tumbuh kembang yang normal dapat diantisipasi dan disiapkan.
Dalam
menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh :
1.
Tahap perkembangan
2.
Kekuatan dalam dirinya
3.
Support sistem
F.
Dampak kehilangan
1. Masa
anak-anak
a. Mengancam
kemampuan anak untuk berkembang
b. Kadang-kadang
regresi
c. Merasa
takut ditinggalkan/dibiarkan kesepian
2. Remaja
dan dewasa muda
a. Desintegrasi
dalam keluarga
b. Kematian
pada orang tua wajar
c. Merasa
bagian dari generasi terdahulu layak untuk mati
3. Dewasa
tua
a. Kematian
pasangan pukulan
b. Masalah-masalah
kesehatan meningkat
II. BERDUKA
A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan
terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah,
cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
B. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya
dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya
dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964)
proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang
yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
·
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa
istirahat, insomnia dan kelelahan.
· Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
· Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan
perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan
seseorang.
·
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan
bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang
kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
·
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat
menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2.
Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a)
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi
apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi
pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)
Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c)
Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian
dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini,
klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e)
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau
berputus asa.
3.
Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu
sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4.
Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a.
Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b.
Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka
paling dalam dan dirasakan paling akut.
c.
Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana
klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
|
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
|
|||
|
ENGEL (1964)
|
KUBLER-ROSS (1969)
|
MARTOCCHIO (1985)
|
RANDO (1991)
|
|
Shock dan tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock and disbelief
|
Penghindaran
|
|
Berkembangnya kesadaran
|
Marah
|
Yearning and protest
|
|
|
Restitusi
|
Tawar-menawar
|
Anguish, disorganization and despair
|
Konfrontasi
|
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification in bereavement
|
|
|
Reorganization / the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization and restitution
|
akomodasi
|
III.
Asuhan Keperawatan
A.
Kehilangan
Pengkajian:
1. Tahap
perkembangan
2. Persepsi
tentang kehilangan
3. Efek
kehilangan regresi
4. Kebudayaan
/ kebiasaan - kebiasaan physical dan emosional
5. Kepercayaan
/ spiritual
6. Kondisi
sosial ekonomi sebagai support sistem
7. Penyebab
kematian
8. Tanda-tanda
Mini
a. Somatic
distress: gastritis
b. Rasa
sesak
c. Nafas
pendek
d. Sering
mengeluh
e. Merasa
lemah
f. Kondisi
psikologis
g. Tidak
mengetahui dan memahami kondisi yang terjadi (terminal) : kurang informasi
h. Menghindari
pembicaraan / diskusi tentang prognosis/kondisi penyakit
i. Mamahami
sepenuhnya prognosis penyakit dan berusaha menghadapinya
Perencanaan
:
1.
Mampu mengenang seseorang atau obyek
yang hilang tanpa merasa sedih mendalam
2.
Terlepas dari ikatan emosi dengan orang
yang sudah meninggal
3.
Menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan yang terjadi
4.
Mampu menjalin hubungan baru.
Diagnosa
Keperawatan:
1. Disfungsi
griefing
2. Individu
tidak dapat mengekspresikan rasa berdukanya secara normal.
3. Impaired
Adjusment
4.
Individu
tidak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan status kesehatan
5. Social
isolation
6. Individu
menarik diri dan lingkungan atau trauma yang dialaminya
Intervensi:
1. Berikan
kesempatan pada individu untuk mengungkapkan perasaannya
2.
Kenali
dan terima berbagai emosi yang diekspresikan klien atau keluarga akibat
kehilangan yang dialami.
3.
Berikan
support agar individu atau keluarga mengekspresikan perasaan-perasaan yang
sulit
4.
Sertakan
juga anak-anak dalam proses duka
5.
Anjurkan
individu atau keluarga untuk mempertahankan / tetap berhubungan dengan orang
lain.
Evaluasi:
1. Secara
verbal mengemukakan perasaannya
2. Secara
verbal memahami mengapa harus mengekspresikan perasaannya
3.
Dapat
menyimpulkan pentingnya aktivitas yang biasa dijalaninya.
B.
Berduka
Pengkajian :
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g.Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Reaksi emosional yang lambat
i. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang
nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap
proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka
yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi
kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
·
Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai
untuk individu
·
Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari
kehilangan multiple yang belum terselesaikan)
·
Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
·
Tidak adanya antisipasi proses berduka
·
Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan
konsep kehilangan.
Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)
·
Idealisasi kehilangan (konsep)
·
Mengingkari kehilangan
ü Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak
tepat
ü Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau
ü Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan
dibesar-basarkan tidak sesuai dengan ukuran situasi.
·
Regresi perkembangan
·
Gangguan dalam konsentrasi
·
Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
·
Afek yang labil
·
Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat
aktivitas, libido.
Sasaran/Tujuan
Sasaran jangka pendek
Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan
dalam 1 minggu.
Sasaran jangka panjang
Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang
berhubungan dengan tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui
posisinya sendiri dalam proses berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya
sendiri terhadap pemecahan masalah.
Intervensi dengan Rasional Tertentu :
1. Tentukan pada tahap
berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku yang berhubungan
dengan tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan
keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka.
2. Kembangkan hubungan
saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur dan
tepati semua janji
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang
terapeutik.
3.Perlihatkan sikap
menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya secara
terbuka
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia
merupakan seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.
4.Dorong pasien untuk
mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika permulaan ekspresi
kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk
mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara
langsung kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang
tidak mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan
persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
5.Bantu pasien untuk
mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk
mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
6.Ajarkan tentang
tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan setiap
tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan
marah terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima
selama proses berduka.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan
dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah
menyebabkan timbulnya respon-respon ini.
7.Dorong pasien untuk
meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan dan sensitivitas,
menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi
diekspresikan.
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima
baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka
selesai seluruhnya.
8.Komunikasikan kepada
pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima. Menggunakan sentuhan
merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien.
9.Bantu pasien dalam
memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-metoda koping yang
lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk
identifikasi strategi dan membuat keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama
waktu ini dalam bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji
kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu.
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
1.
Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses
berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2.
Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses
berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara jujur.
3.
Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan
perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan
mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya
pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual
atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
Potter
& Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno,
Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend,
Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman
Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart
and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
cre
: 06 PSIK USK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar