KATA PENGANTAR
puji syukur saya panjatkan
kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Demografi dengan pokok bahasan “Urbanisasi Penduduk”.
Malakah ini saya susun untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan perkembangan ilmu
keperawatan.
Saya sangat berharap setelah
membaca dan mempelajari makalah ini pembaca dan pengguna mendapatkan
pengetahuan yang lebih baik, terutama tentang laju urbanisasi yang sangat pesat
di Jakarta,sebagai ibu kota negara Indonesia .
Mengingat dalam proses penyusunan makalah ini, saya merasa masih sangat jauh
dari sebuah kesempurnaan, baik itu dari segi pembahasan maupun penggunaan kata-katanya. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari pembaca khususnya dosen pembimbing sangat saya harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Terimah Kasih
Maros,
19 April 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
BAB II RUMUSAN MASALAH
Urbanisasi
Penduduk di Indonesia
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Urbanisasi adalah
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang
cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai
permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota
yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan,
fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain
sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan
keluarnya.
Berbeda dengan
perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti
persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari
desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri
dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya
Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang
bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti
perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu
niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus
mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa,
impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh
tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor
pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik
perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian
contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan
urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dalam
penyusunan makalah ini yaitu :
Agar semua
mahasiswa,khususnya para pembaca mengetahui arti dari urbanisasi,seberapa besar
laju perkembangannya di negara kita,faktor pendorong terjadinya ,dampak yang di
timbulkan dan bagaimana cara mengatasinya.
BAB
II
RUMUSAN MASALAH
RUMUSAN MASALAH
Urbanisasi
Penduduk di Indonesia Yang Semakin Pesat :
Ø Pengertian urbanisasi
Ø Faktor penarik terjadinya urbanisasi
Ø Faktor pendorong terjadinya
urbanisasi
Ø Perkembangan urbanisasi
Ø Kebijaksanaan urbanisasi di
Indonesia
Ø Dampak urbanisasi
Ø Upaya mengatasi laju perkembangan
urbanisasi yang sangat pesat
Ø Contoh gambar piramida penduduk yang
menunjukkan penyebab urbanisasi
BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Urbanisasi
Pengertian urbanisasi sudah umum
diketahui oleh mereka yang banyak bergelut di bidang kependudukan, khususnya
mobilitas penduduk. Namun demikian, mereka yang awam dengan ilmu kependudukan
sering kali kurang tepat dalam memakai istilah tersebut. Dalam pengertian yang
sesungguhnya, urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan. Sedangkan mereka yang awam dengan ilmu kependudukan seringkali
mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Padahal perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses
urbanisasi, di samping penyebab-penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah
penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari
daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, dan semacamnya itu.
Proses urbanisasi sangat terkait mobilitas
maupun migrasi penduduk. Ada sedikit perbedaan antara mobilitas dan migrasi
penduduk. Mobilitas penduduk didefinisikan sebagai perpindahan penduduk yang
melewati batas administratif tingkat II, namun tidak berniat menetap di daerah
yang baru. Sedangkan migrasi didefinisikan sebagai perpindahan penduduk yang
melewati batas administratif tingkat II dan sekaligus berniat menetap di daerah
yang baru tersebut. Di dalam pelaksanaan perhitungannya, data yang ada sampai
saat ini baru merupakan data migrasi penduduk dan bukan data mobilitas
penduduk. Di samping itu, data migrasi pun baru mencakup batasan daerah tingkat
I. Dengan demikian, seseorang dikategorikan sebagai migran seumur hidup jika
propinsi tempat tinggal orang tersebut sekarang ini, berbeda dengan propinsi
dimana yang bersangkutan dilahirkan. Selain itu seseorang dikategorikan sebagai
migran risen jika propinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi
tempat tinggalnya lima tahun yang lalu.
Oleh karena itu, pemerintah di
samping mengembangkan kebijaksanaan pengarahan persebaran dan mobilitas
penduduk, termasuk di dalamnya urbanisasi, juga berkewajiban menyempurnakan
sistem pencatatan mobilitas dan migrasi penduduk agar kondisi data yang ada
lebih sesuai kondisi di lapangan. Terutama bila diperlukan untuk perumusan
suatu kebijakan kependudukan.
B. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
1. Kehidupan kota yang
lebih modern dan mewah
2. Sarana dan prasarana
kota yang lebih lengkap
3. Banyak lapangan
pekerjaan di kota
4. Di kota banyak perempuan
cantik dan laki-laki ganteng
5. Pengaruh buruk sinetron
Indonesia
6. Pendidikan sekolah dan
perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
C.
Faktor Pendorong
Terjadinya Urbanisasi
1. Lahan pertanian yang
semakin sempit
2. Merasa tidak cocok
dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak
banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan
prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Memiliki impian kuat
menjadi orang kaya
D.
Perkembangan Urbanisasi
Di masa mendatang, para ahli
kependudukan memperkirakan bahwa proses urbanisasi di Indonesia akan lebih
banyak disebabkan migrasi desa-kota. Perkiraan ini didasarkan pada makin
rendahnya pertumbuhan alamiah penduduk di daerah perkotaan, relatif lambannya
perubahan status dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, serta relatif
kuatnya kebijaksanaan ekonomi dan pembangunan yang “urban bias”, sehingga
memperbesar daya tarik daerah perkotaan bagi penduduk yang tinggal di daerah
pedesaan . Itulah sebabnya di masa mendatang, isu urbanisasi dan mobilitas atau
migrasi penduduk menjadi sulit untuk dipisahkan dan akan menjadi isu yang
penting dalam kebijaksanaan kependudukan di Indonesia.
Jika di masa lalu dan dewasa ini,
isu kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas) masih mendominasi
kebijaksanaan kependudukan, di masa mendatang manakala tingkat kelahiran dan
kematian sudah menjadi rendah, ukuran keluarga menjadi kecil, dan sebaliknya
kesejahteraan keluarga dan masyarakat meningkat, maka keinginan untuk melakukan
mobilitas bagi sebagian besar penduduk akan semakin meningkat dan terutama yang
menuju daerah perkotaan.
Jika pada tahun 1980 migran di
Indonesia berjumlah 3,7 juta jiwa, maka angka tersebut meningkat menjadi 5,2
juta jiwa pada tahun 1990 dan sedikit menurun menjadi 4,3 juta jiwa pada
periode 1990-1995. Secara kumulatif diketahui bahwa sampai tahun 1980, jumlah
penduduk Indonesia yang pernah melakukan migrasi adalah 11,4 juta jiwa,
sedangkan pada tahun 1990 angka tersebut meningkat menjadi 17,8 juta jiwa.
Lebih lanjut, data survei penduduk
antarsensus (Supas) 1995 memperlihatkan bahwa tingkat urbanisasi di Indonesia
pada tahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen penduduk
Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari sekitar
22,4 persen pada tahun 1980 yang lalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang
tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi
64,09 persen pada tahun 1995.
Meningkatnya proses urbanisasi
tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya
pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui
peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya
urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian
akan terpusat pada suatu area yang memiliki tingkat konsentrasi penduduk yang
cukup tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas
kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi
penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.
Di sini dapat dilihat adanya
keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk.
Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki
konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang
lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara
lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung
datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih
mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan . Dengan demikian,
urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk atau masyarakat.
Jika
urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar, mengapa proses urbanisasi
tetap harus dikendalikan atau diarahkan?
Ada dua alasan mengapa urbanisasi perlu
diarahkan.
Pertama, pemerintah berkeinginan untuk
sesegera mungkin meningkatkan proporsi penduduk yang tinggal di daerah
perkotaan. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa meningkatnya penduduk
daerah perkotaan akan berkaitan erat dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
negara. Data memperlihatkan bahwa suatu negara atau daerah dengan tingkat
perekonomian yang lebih tinggi, juga memiliki tingkat urbanisasi yang lebih
tinggi, dan sebaliknya. Negara-negara industri pada umumnya memiliki tingkat
urbanisasi di atas 75 persen. Bandingkan dengan negara berkembang yang sekarang
ini. Tingkat urbanisasinya masih sekitar 35 persen sampai dengan 40 persen
saja.
Kedua, terjadinya tingkat urbanisasi yang
berlebihan, atau tidak terkendali, dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada
penduduk itu sendiri. Ukuran terkendali atau tidaknya proses urbanisasi
biasanya dikenal dengan ukuran primacy rate, yang kurang lebih diartikan sebagai
kekuatan daya tarik kota terbesar pada suatu negara atau wilayah terhadap
kota-kota di sekitarnya. Makin besar tingkat primacy menunjukkan keadaan yang
kurang baik dalam proses urbanisasi. Sayangnya data mutahir mengenai primacy
rate di Indonesia tidak tersedia.
E.
Kebijaksanaan Urbanisasi di
Indonesia
Ada dua kelompok besar kebijaksanaan
pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan.
Pertama, mengembangkan daerah-daerah
pedesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut
sekarang ini dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan “.
Kedua, mengembangkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah penyangga pusat
pertumbuhan”.
Kelompok kebijaksanaan pertama
merupakan upaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu
pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat
“non-ekonomi”. Bahkan perubahan tingkat urbanisasi tersebut diharapkan memacu tingkat
pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu didorong pertumbuhan daerah pedesaan agar
memiliki ciri-ciri perkotaan, namun tetap “dikenal” pada nuansa pedesaan.
Dengan demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang
kota” walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki
nuansa pedesaan .
Beberapa cara yang sedang
dikembangkan untuk mempercepat tingkat urbanisasi tersebut antara lain dengan
“memodernisasi” daerah pedesaan sehingga memiliki sifat-sifat daerah perkotaan.
Pengertian “modernisasi” daerah pedesaan tidak semata-mata dalam arti fisik,
seperti misalnya membangun fasilitas perkotaan, namun membangun penduduk
pedesaan sehingga memiliki ciri-ciri modern penduduk perkotaan. Dalam hubungan
inilah lahir konsep “urbanisasi pedesaan”. Konsep “urbanisasi pedesaan” mengacu
pada kondisi di mana suatu daerah secara fisik masih memiliki ciri-ciri
pedesaan yang “kental”, namun karena “ciri penduduk” yang hidup didalamnya
sudah menampakkan sikap maju dan mandiri, seperti antara lain mata pencaharian
lebih besar di nonpertanian, sudah mengenal dan memanfaatkan lembaga keuangan,
memiliki aspirasi yang tinggi terhadap dunia pendidikan, dan sebagainya,
sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan.
Dengan demikian, apa yang harus
dikembangkan adalah membangun penduduk pedesaan agar memiliki ciri-ciri
penduduk perkotaan dalam arti positif tanpa harus merubah suasana fisik
pedesaan secara berlebihan. Namun, daerah pedesaan tersebut sudah dapat
dikategorikan sebagai daerah perkotaan. Sudah barang tentu bersamaan dengan
pembangunan penduduk pedesaan tersebut diperlukan sistem perekonomian yang
cocok dengan potensi daerah pedesaan itu sendiri. Jika konsep urbanisasi
pedesaan seperti di atas dapat dikembangkan dan disepakati, maka tingkat
urbanisasi di Indonesia dapat dipercepat perkembangannya tanpa merusak suasana
tradisional yang ada di daerah pedesaan dan tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi
yang sedemikian tinggi. Bahkan sebaliknya, dengan munculnya “para penduduk” di
daerah “pedesaan” yang “bersuasana perkotaan” tersebut, mereka dapat menjadi
motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan aspek keserasian,
keseimbangan, dan keselarasan antara tuntutan pertumbuhan ekonomi dan
keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam.
Kelompok kebijaksanaan kedua
merupakan upaya untuk mengembangkan kota-kota kecil dan sedang yang selama ini
telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan. Pada
kelompok ini, kebijaksanaan pengembangan perkotaan diklasifikasikan ke dalam
tiga bagian, yaitu:
(a) kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan terutama
untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan
kegiatan ekonomi perkotaan. Hal ini antara lain meliputi penyempurnaan
peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan
perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota;
(b) penyebaran secara spesial pola pengembangan kota yang
mendukung pola kebijaksanaan pembangunan nasional menuju pertumbuhan ekonomi
yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional dituangkan
dalam kebijaksanaan tata ruang kota/ perkotaan, dan
(c) penanganan masalah kinerja masing-masing kota.
Dengan demikian, kebijaksanaan pengembangan perkotaan di
Indonesia dewasa ini dilandasi pada konsepsi yang meliputi: (i) pengaturan
mengenai sistem kota-kota; (ii) terpadu; (iii) berwawasan lingkungan, dan (iv)
peningkatan peran masyarakat dan swasta. Dengan makin terpadunya sistem-sistem
perkotaan yang ada di Indonesia, akan terbentuk suatu hierarki kota besar,
menengah, dan kecil yang baik sehingga tidak terjadi “dominasi” salah satu kota
terhadap kota-kota lainnya.
F.
Dampak Urbanisasi Penduduk
1.
Dampak urbanisasi terhadap
lingkungan Desa
Banyak
lapangan pekerjaan di kota
Di
daerah perkotaan terdapat banyak sekali lapangan kerja baik di sektor
perdagangan maupun industri. Banyaknya lapangan pekerjaan tersebut menyebabkan
masyarakat desa berbondong-bondong pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Hal
itu karena lapangan pekerjaan di desa lebih sedikit dan terkadang pekerjaan
tersebut tidak sesuai dengan pendidikan yang ditempuh.
Di
kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
Salah
satu daya tarik daerah perkotaan juga berasal dari masyarakat di kota tersebut.
Penampilan masyarakat perkotaan baik perempuan maupun laki-laki sangat berbeda
dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Masyarakat kota cenderung
mementingkan penampilan mereka daripada masyarakat pedesaan. Penampilan
masyarakat perkotaan lebih terawat dan mengikuti mode. Hal ini menyebabkan
masyarakat kota terlihat lebih cantik dan ganteng. Hal ini membuat daya tarik
terssendiri bagi masyarakat yang ingin berhijrah ke kota untuk mencari jodoh.
Pengaruh buruk sinetron Indonesia
Pengaruh buruk sinetron Indonesia
Dewasa
ini, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan sudah bisa merasakan kemajuan
teknologi. Hampir seluruh masyarakat desa sudah bisa menikmati tayangan
televisi. Umumnya tayangan televisi yang paling diminati oleh masyarakat di
daerah pedesaan yaitu sinetron yang kebanyakan menampilkan kehidupan di daerah
perkotaan. Secara tidak langsung, tayangan ini mempengaruhi masyarakat di desa
untuk berangan-angan hidup di kota yang akhirnya menimbulkan niatan untuk
hijrah ke kota
Pendidikan
sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
Masyarakat pedesaan yang mengerti akan pentingnya pendidikan umumnya akan memilih sekolah maupun pergurua tinggi di kota. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang ada di perkotaan lebih lengkap dan adanya tenaga pelajar yang professional
Masyarakat pedesaan yang mengerti akan pentingnya pendidikan umumnya akan memilih sekolah maupun pergurua tinggi di kota. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang ada di perkotaan lebih lengkap dan adanya tenaga pelajar yang professional
Faktor Pendorong Terjadinya
Urbanisasi Lahan pertanian yang semakin sempit
Mayoritas
masyarakat pedesaan memiliki sumber pendapatan dari bertani, baik menjadi
petani maupun buruh tani. Namun saat ini, lahan pertanian yang ada di desa
sudah semakin sempit seiring pertumbuhan masyarakat yang begitu pesat.
Lahan-lahan yang awalnya digunakan untuk bercocok tanam mulai dijadikan sebagai
area perumahan maupun perdagangan.
Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
Kebudayaan
yang ada di pedesaan, umumnya masih kuno dan cenderung mengikat kehidupan
masyarakat pedesaan. Berbeda halnya dengan di daerah perkotaan yang cenderung
bebas dalam melakukan sesuatu, bahkan mungkin budaya ketimuran telah
terlupakan. Terkadang masyarakat pedesaan lebih tertarik dengan kebudayaan orang
perkotaan karena masyarakat pedesaan menganggap masyarakat kota lebih modern
daripada di desa, sehingga tidak jarang masyarakat desa itu hijrah ke kota
untuk merubah penampilan dan karakter mereka agar tidak dianggap kuno. Bahkan
masyarakat desa itu mulai mengindahkan budaya asal mereka.
Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
Masyarakat
pedesaan mayoritas bekerja di ladang, entah itu menjadi petani ataupun buruh.
Hal ini sangat berbeda dengan lapangan pekerjaan yang ada di kota. Lapangan
pekerjaan di kota melimpah ruah sehingga dapat memilih jenis lapangan pekerjaan
mana yang sesuai dengan status pendidikan. Masyarakat pedesaan pada umumnya
tergiur dengan penghasilan tinggi yang ditawarkan pekerjaan di kota. Sehingga
banyak sekali masyarakat pedesaan berbondong-bondong pergi ke daerah perkotaan
dengan alasan pekerjaan di kota bisa mendapatkan penghasilan yang lebih banyak.
Terbatasnya sarana dan prasarana di
desa
Kurangnya
sarana dan prasarana di desa menyababkan masyarakat desa banyak memutuskan
untuk pergi ke kota. karena di desa masyarakat kesulitan untuk mengembangkan
kemampuannya. Berbeda di kota, sarana dan prasarana lebih lengkap sehingga
lebih mudah untuk mengembangkan kemampuan yang ada.Diusir dari desa asal
Kebudayaan
di desa lebih kental dengan adat-istiadat yang begitu keras, sehingga apabila
seseorang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebudayaan maupun
adat-istiadat tersebut dapat diusir dari desa asal. Akibat dari pengusiran
tersebut, orang itu akan beralih ke kota dan tidak akan kembali ke desa.
Masyarakat desa lain yang mungkin kurang setuju atau ketakutan diusir dari desa
memilih untuk pindah ke kota. karena mereka menganggap kehidupan di perkotaan lebih
bebas dan tidak terkekang.Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Setiap individu memiliki impian untuk hidup lebih baik, begitu juga halnya dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang memiliki penghasilan rendah umumnya beranggapan bahwa daerah perkotaan merupakan ladang untuk mendapatkan penghasilan sehingga bisa mencapai impian setiap individu.
Setiap individu memiliki impian untuk hidup lebih baik, begitu juga halnya dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang memiliki penghasilan rendah umumnya beranggapan bahwa daerah perkotaan merupakan ladang untuk mendapatkan penghasilan sehingga bisa mencapai impian setiap individu.
2.
Dampak Urbanisasi terhadap
Lingkungan kota
Akibat
dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap
lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan
sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain.
Semakin minimnya lahan kosong di daerah
perkotaan
Pertambahan
penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung
kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui.
ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan
tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH)
pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah
banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan
perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk
perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain
itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan
kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya
lahan kosong di daerah perkotaan.
Menambah polusi di daerah perkotaan
Masyarakat
yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk
memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor
roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan
berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi
suara bagi telinga manusia.
Penyebab bencana alam
Para
urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan
lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai
(DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan
berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya
bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir.
Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
Pencemaran yang bersifat sosial dan
ekonomi
Kepergian
penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila
masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun,
kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki
keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk
memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian,
penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang
sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi
tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya
penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus
urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal
maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga
kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para
urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan
di kota.
Merusak tata kota
Tata
kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya
urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta
gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang
telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru
digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar
tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.
Dampak Lain yang dapat di timbulkan
dari Urbanisasi yaitu :
(MIGRASI DESA – KOTA)
q Bagi Daerah Perdesaan
§ Daerah pedesaan kehilangan tenaga kerja potensiil, terdidik, terampil dan produktif.
§ Makin terbatasnya jumlah buruh tani
§ Tingkat upah di pedesaan meningkat (misalnya : upah buruh tani)
§ Perkembangan desa berjalan lambat
§ Tingkat pengangguran di daerah perdesaan berkurang
§ Tingkat kepadatan penduduk berkurang
§ Dll.
q Bagi Daerah Perkotaan
§ Kepadatan penduduk di daerah perkotaan meningkat
§ Terjadi perkampungan kumuh (slum)
§ Meningkatnya Gepeng (gelandangan dan pengemis)
§ Meningkatnya angka pengangguran di daerah perkotaan
§ Meningkatnya kriminalitas / kejahatan
§ Lingkungan kota semakin semrawut (tidak tertib), misalnya perkembangan PKL yang tidak terkendali
§ Meningkatnya kesenjangan sosial antara golongan miskin dan kaya.
§ Sistem stratifikasi sosial di daerah perkotaan semakin kompleks
§ Proses perubahan sosial semakin cepat
§ Kota memperoleh tenaga kerja terdidik, trampil dan murah
G. Upaya Mengatasi Laju Perkembangan
Urbanisasi Yang Sangat Pesat
Tidak ada solusi tunggal yang dapat
menyelesaikan masalah urbanisasi maupun dampaknya.pemecahan yang bias dilakukan
adalah :
·
melalui koordinasi lintas
sector instansi Pemerintah.pemerintah daerah,swasta,LSM dan Masyarakat.
·
pembangunan hendaknya tidak
hanya berpusat di satu atau beberapa pusat lokasi di Jakarta dan Jawa.tapi
harus menyebar di seluruh wilayah tanah air.
·
Tersedia lapangan kerja dan
penghidupan yang lebih menjanjikan,maka kesitulah arus urbanisasi akn bergerak.
·
Dengan bersebarnya
pembangunan secara merata,maka peredaran uang pun secara otmatis tidak akan
menumpuk di kota-kota besar.
·
Penyediaan fasilitas
pendidikan yang memadai.
·
Fasilitas kesehatan yang
lengkap.
·
Lapangan kerja yang cukup di
darah pedesaan juga di harapkan menjadi daya penahan para penduduk pedesaan
meniggalkan tanah kelahirannya menuju perkotaan yang sangat awam bagi mereka .
·
Pola hidup yang di kesankan
mewah namun sesungguhnya semu lewat media massa,khususnya melalui tayangan sinetron
dan format acara lainnya.Hendaknya perlu di pertimbangkan lagi.Tema-tema
kehidupan yang asri,alami,damai dan penuh kekerabatan perlu diangkat menjadi
tema-tema sinetron atau program lain yang banyak di minati masyarakat pedesaan.
·
Para urbanis yang mau
bertahan di daerah perkotaan harus bias menyesuaikan diri dengan lingkungan
kota.
·
Penanganan atau pemecahan
masalah yang di timbulkan oleh urbanisasi harus selalu di usahakn oleh
pemerintah kota setempat dan tentunya harus ada dukungan dari pemerintah daerah
di sekitar kota tersebut.
·
Perlu adanya pengendalian
arus urbanisasi dari pemerintah kota maupun pemerintah desa atau daerah
asal,terutama pada moment pasca lebaran.sebab moment tersebut yang paling
sering di manfaatkan seseorang untuk urbanisasi.
·
Perlu adanya penyuluhan
kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatu yang bersangkutan dengan
urbanisasi.
·
Harus ada peraturan yang
tegas,terutama di daerah kota tujuan urbnisasi tantang tata kota dan
kependudukan.
·
Intensifikasi pertanian di
pedesaan
·
Mengurangi atau mengatasi
tingkat pertmbahan penduduk lewat pembatasan kelahiran.yaitu dengan program KB
di Desa mauopaun di Kota.
·
Memperluas dan mengembangkan
lapangankerja dan tingkat pendapatan di pedesaan .Sehingga dorongan penduduk
untuk berurbanisasi berkurang.
·
Program pelaksanaan
transmigrasi.
·
Memperluas dan mengembangkan
lapangan pekerjaan di kota,sehingga akan apat mengurangi angka pengangguran.
·
Pemerataa pembangunan di
seluruh wilayah.
·
Perlu adanya kebijakan dari
pemerintah
H. Contoh Gambar Piramida Penduduk
Yang Menunjukkan Penyebab Urbanisasi
![]()
Interpretasi
Gambar piramida penduduk Indonesia tahun 2000 sebagaimana
tertera di atasmenunjukkan
bahwa jumlah penduduk yang berada pada kelompok umur dibawah 9
tahun sudah mulai berkurang
karena penurunan jumlah
kelahiran selama 10 tahun yang lalu. Kecuali usia 10-14 tahun, jumlah
penduduk diatas 9 tahun
menunjukkan jumlah yang membengkak pada badan priamida penduduk.
Ini menunjukkan
besarnya penduduk yang mencapai usia kerja.Sehingga memicu terjadinya
penigkatan pada arus
urbanisasi di daerah perkotaan.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pengertian urbanisasi ditinjau dari segi geografis, urbanisasi memiliki empat
proses utama keruangan. Proses tersebut meliputi, pemusatan kekuasaan
pemerintah kota, arus modal dan investasi, difusi inovasi dan perubahan, dan
migrasi dan pemukiman baru. Proses-proses tersebut berpengaruh terhadap
kehidupan dan lingkungan di daerah tujuan urbanisasi. Masyarakat yang melakukan urbanisasi memiliki
beberapa alasan dilihat dari faktor pendorong dan penarik. Faktor-faktor
tersebut bisa mengarahkan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang layak,
tetapi hal tersebut hanya bisa terlaksana bila para urban memiliki skill yang
dibutuhkan di daerah tujuan. Sebaliknya, jika masyarakat tersebut hijrah ke
kota tanpa dibekali skill yang memadai dapat menimbulkan masalah bagi kota
tujuan, yang paling merasakan dampak dari urbanisasi adalah lingkungan kota
tersebut. Urbanisasi lebih banyak mendatangkan dampak negatif daripada dampak
positif bagi lingkungan kota.
B.
Saran
Sebaiknya,agar
di masa yang akan datang / kedepannya laju perkembangan urbanisasi di daerah
perkotaan tidak membawa pengaruh buruk,baik itu bagi daerah Kota maupaun
Desa.Maka ada beberapa hal yang perlu kita ketahui,dintaranya :
·
Penanganan atau pemecahan
masalah yang di timbulkan oleh urbanisasi harus selalu di usahakn oleh
pemerintah kota setempat dan tentunya harus ada dukungan dari pemerintah daerah
di sekitar kota tersebut.
·
Perlu adanya pengendalian
arus urbanisasi dari pemerintah kota maupun pemerintah desa atau daerah
asal,terutama pada moment pasca lebaran.sebab moment tersebut yang paling
sering di manfaatkan seseorang untuk urbanisasi.
·
Perlu adanya penyuluhan
kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatu yang bersangkutan dengan
urbanisasi.
·
Harus ada peraturan yang
tegas,terutama di daerah kota tujuan urbnisasi tantang tata kota dan
kependudukan.
DAFTAR PUSTAKA
Geogle.Com
Prijono
Tjiptoherijanto, Guru Besar Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
Potter
& Perry. 2005. Urbanisasi penduduk 1. Jakarta: EGC.
Suseno,
Tutu April. 2004. Dampak urbanisasi bagi daerah perkotaan dan desa
Jakarta: Sagung Seto.
Townsend,
Mary C. 1998. Demografi Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart
and Sundeen. 1998. Ilmu sosial, ed.3. Jakarta: ECG.



